Setelah
orde lama, lahirlah masa orde baru yaitu tahun 1966 sampai 1998. Prioritas yang dilakukan adalah
pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Modal asing mulai
masuk sehingga industrialisasi mulai dikerjakan dan Rencana Pembangunan Lima
Tahun (REPELITA) yang pertama dibuat tahun 1968. Pada tahun 1970-an dan awal
1980-an harga minyak bumi melonjak tinggi di pasar dunia sehingga Orde Baru
mampu membangun dan mengendalikan inflasi serta membuat pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak
membuat rakyatnya bebas dari kemiskinan dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang
hanya dinikmati segelintir orang saja. Dampak negatif kondisi ekonomi Indonesia
pada masa Orde Baru antara lain :
a. Ketergantungan
terhadap Minyak dan Gas Bumi (Migas)
Migas merupakan salah satu sumber
pendapatan utama bagi anggaran belanja negara. Jadi harga Migas sangat
berpengaruh bagi pendapatan negara sehingga turunnya harga minyak mengakibatkan
menurunnya pendapatan negara.
b. Ketergantungan
terhadap Bantuan Luar Negeri
Akibat berkurangnya pendapatan dari Migas,
pemerintah melakukan penjadualan kembali proyek – proyek pembangunan yang ada,
terutama yang menggunakan valuta asing. Mengusahakan peningkatan ekspor
komoditi non migas dan terakhir meminta peningkatan pinjaman luar negeri kepada
negara – negara maju. Tahun 1983, Indonesia negara ketujuh terbesar dalam
jumlah hutang dan tahun 1987 naik ke peringkat keempat. Ironisnya, di tahun
1986/87, sebanyak 81% hutang yang diperoleh untuk membayar hutang lama ditambah
bunganya.
Akhir 1970-an, proses pembangunan di
Indonesia mengalami “non market failure” sehingga banyak kerepotan dalam proses
pembangunan, misalnya merebaknya kemiskinan dan meluasnya kesenjangan
pendapatan, terutama disebabkan oleh “market failure”.
Mendekati pertengahan 1980-an, terjadi
kegagalan pemerintah (lembaga non pasar) dalam menyesuaikan mekanisme
kinerjanya terhadap dinamika pasar. Ekonomi Indonesia menghadapi tantangan
berat akibat kemerosotan penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi pada awal
1980-an. Kebijakan pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan sebutan
“structural adjustment” dimana ada 4 jenis kebijakan penyesuaian sebagai
berikut :
a. Program
stabilisasi jangka pendek atau kebijakan manajemen permintaan dalam bentuk
kebijakan fiskal, moneter dan nilai tukar mata uang dengan tujuan menurunkan
tingkat permintaan agregat. Dalam hal ini pemerintah melakukan berbagai
kebijakan mengurangi defisit APBN dengan memotong atau menghapus berbagai
subsidi, menaikkan suku bunga uang (kebijakan uang ketat) demi mengendalikan
inflasi, mempertahankan nilai tukar yang realistik (terutama melalui devaluasi
September 1986).
b. Kebijakan
struktural demi peningkatan output melalui peningkatan efisiensi dan alokasi
sumber daya dengan cara mengurangi distorsi akibat pengendalian harga, pajak,
subsidi dan berbagai hambatan perdagangan, tarif maupun non tarif. Kebijakan
“Paknov 1988” yang menghapus monopoli impor untuk beberapa produk baja dan
bahan baku penting lain, telah mendorong mekanisme pasar berfungsi efektif pada
saat itu.
c. Kebijakan
peningkatan kapasitas produktif ekonomi melalui penggalakan tabungan dan
investasi. Perbaikan tabungan pemerintah melalui reformasi fiskal, meningkatkan
tabungan masyarakat melalui reformasi sektor finansial dan menggalakkan
investasi dengan cara memberi insentif dan melonggarkan pembatasan.
d. Kebijakan menciptakan lingkungan legal
yang bisa mendorong agar mekanisme pasar beroperasi efektif termasuk jaminan
hak milik dan berbagai tindakan pendukungnya seperti reformasi hukum dan
peraturan, aturan main yang menjamin kompetisi bebas dan berbagai program yang
memungkinkan lingkungan seperti itu.
Dampak dari kebijakan tersebut cukup
meyakinkan terhadap ekonomi makro, seperti investasi asing terus meningkat,
sumber pendapatan bertambah dari perbaikan sistem pajak, produktivitas industri
yang mendukung ekspor non-migas juga meningkat. Namun hutang Indonesia
membengkak menjadi US$ 70,9 milyar Hutang inilah sebagai salah satu faktor
penyebab Pemerintahan Orde Baru runtuh. Pemerintahan Orde Baru membangun ekonomi
hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pengendalian
inflasi tanpa memperhatikan pondasi ekonomi yang memberikan dampak sebagai
berikut:
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa
Indonesia, sebagai salah satu faktor produksi, tidak disiapkan untuk mendukung
proses industrialisasi.
Barang – barang impor (berasal dari luar
negeri) lebih banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses industri
sehingga industri Indonesia sangat bergantung pada barang impor tersebut.
Pembangunan tidak didistribusikan merata
ke seluruh wilayah Indonesia dan ke seluruh rakyat Indonesia sehingga hanya
sedikit elit politik dan birokrat serta pengusaha – pengusaha Cina yang dekat
dengan kekuasaan saja yang menikmati hasil pembangunan.
0 komentar:
Posting Komentar